Sabtu, 30 Maret 2013

Etika Birokrasi Dalam Administrasi Publik

   I.            Latar belakang
Dilihat dari sejarahnya birokrasi telah diterapkan oleh masyarakat romawi Kuno dan Mesir kuno sejak berabad-abad lamanya. [1] yang muncul saat mereka sibuk mengatur jaringan irigasi, yang membagi secara adil dan membuat dam-dam(bak penampungan air) dengan menerapkan prinsip-prinisp demokrasi dan birokrasi. Namun, tataran ini belum menjadi suatu acuan ilmiah sehungga belum adanya wacana empiric di tengah kehidupan perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya. Kondisi ini yang menyebabkan para ilmuan dari Indonesia memberikan sebuah kontribusi dalam pengembangan teori administrasi dan birokrasi yang saat itu kehilangan ruhnya.
Istilah birokrasi sendiri muncul pertama kali dala studi sosiologi, yang berkembang luas di dalam disiplin ilmu social lainnya, seperti ilmu politik, administrasi public da lain-lainnya. Secara etimologis, birokrasi berasala dari kata biro(meja) dan kratein(pemerintah), yang bearti pemerintahan meja. Maksudnya birokrasi hanya akan dapat berjalan apabila ada kebijkan pemerintah atau keputusan-keputusan politik yang tentunya memisahkan birokrasi dari system politik.
Karakteristik birokrasi yang umum dipakai adalah yang di ajukan oleh Max Weber.[2] Menurut Weber, ada 8 karateristik birokrasi yang umum, yaitu :
  1. Organisasi yang disusun secara hirarkis
  2. Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus
  3. Pelayana public yang terdiri atas orang-orang yang diangkat, buakn dipilih dengan berdasarkan pada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan atau pengujian
  4. Seorang pelayan public menerima gaji pokok berdasarkan posisi
  5. Pekerjaansekaligus merupakan jenjang karir
  6. Para pejabat/pekerja tidak memiliki kantor sendiri
  7. Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin
  8. Promosi didasarkan atas penilaian atasan

    II.            Etika Birokrasi Dalam Administrasi Publik

  1. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani, Ethos yang artinya kebiasaan atau watak. Secara luas etika merupakan dunianya filsafat, nilai dan moral yang bersifat abstrak dan        berkenaan dengan persoalan baik atau buruk. Menurut, Drs. Haryanto, MA, etika merupakan instrument penting dalam masyarakat untuk menuntun tindakan(perilaku) agar mampu menjalankan fungsi dengan baik dan dapat lebih bermoral.
Etika merujuk pada dua hal, pertama berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilia yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya. Kedua, etika merupakan pokok permasalahan dalam disiplin ilmu itu sendiri yang berupa nilai-nilai kehidupan dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Etika memiliki beberapa landasan, antara lain keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran. Dan apabila semua landasan itu terlaksanakan maka etika akan mampu menjadi sebuah pedoman hidup.
Etika dalam administrasi sendiri adalah bagaimana membuat keterkaitan antara keduanya. Bagaimana gagasan administrasi seperti efisiensi, ketertiban, kemanfaatan, produktifitas dapat menjawab etika dalam prakteknya. Serta bagaimana gagasana dasar etika dapat mewujudkan yang baik dan menghindari hal yang buruk. Diperlukannya etika dalam administrasi untuk memberikan sebuah contoh yang baik, sebab terkadang masing-masing orang tidak pernah menerapkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Pengertian birokrasi
Secara etimologis birokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Bureau yang artinya meja tulis atau tempat bekerja para pejabat. Birokrasi disebut juga sebagai badan  yang menyelenggarakan pelayanan public/ birokrasi terdiri atas orang-orang yang diangkat olej eksekutif. Birokrasi memiliki 4 fungsi dalam menjalankan sebuah pemerintahan yang modern , yaitu ;
1)      Administras, sebagai pelaksana kebijakan umum suatu negara, yang dimna kebijakan umum tersebut sudah dirancang sedemikian rupa guna mencapai suatu tujuan negara secara keseluruhan.
2)      Pelayanan, sebagai birokrasi yang memberikan pelayanan masyarakat atau kelompok-kelompok dengan menjalankan fungsinya sebagai public service (pelayan public)
3)      Pengaturan, sebagai pengatur suatu kesejahteraan masyarakat yang sudah dirancang oleh pemerintah, guna memenuhin kepentingan masyarakat banyak.
4)      Pengumpul informasi
Max Weber, selaku pencetus tentang konsep dasar dalam organisasi pemerintah modern menganggap bahwa birokrasi adalah sebagai lembaga netral yang berfungsi untuk sekedar menjalankan keputusan-keputusan yang telah diterapkan para poitisi saja. Sedangkan kelompok politisi yang politis dan moral merupakan representasi dari kepentingan umum dan di paksa tunduk kepada rakyat. Dan birokrasi di Indonesia dapat dikatakan sangat jauh dari kata ideal, karena dalam praktek politik yang terjadi malah birokrasi-lah yang mempunyai kekuatan untuk mengontrol terhadap politisi, dan sebaliknya politisi tidak memiliki kekuatan yang memadai untuk mengontrol birokrasi.

  1. Etika birokrasi
Jika kita mendengan konsep birokrasi pada umumnya langsung membayangkan sebuah proses yang berbeli-belit, butuh waktu lama, biaya yang digunakan banyak dan menimbulkan kesan bahwa birokrasi itu tidak efisien dan tidak adil. Sehingga tidak heran banyak perbedaan pendapat tentang birokrasi yang berkepanjangan. Secara objektif birokrasi memiliki sebuah praktek kerja yang ciri-cirinya ideal. Namun dalam prakteknya cirri-ciri ideal itu meleset dan berlawanan arah dari kenyataanya.
Ketika kenyataan ini tidak sesuia dengan keinginan yang di harapkan, maka akan timbul suatu kekecewaan, dan begitulah yang terjadi ketika yang diharapkan agar para aparatur birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, kejujuran, dan keadilan, sementara kenyataannya berlawanan yang terjadi malah sama sekali tidak bermoral atau beretika. Yang menimbulkan suatu pandangan tentang harus adanya suatu aturan yang dapat dijadikan suatu norma rambu-rambu dalam menegakkan tugasnya. Sesuatu yang diinginkan itulah yang dimaksud dengan etika yang perlu diperhatikan oleh aparat birokrasi.
Terbentuknya suatu etika birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam masyaratak yang bersangkutan yang sesuai dengan norma, nilai, aturan, dan kebiasaan berbudaya di tengan masyarakat. Nilai yang ada ini akan berkembang di dalam masyarakat dan mewarnai sikap perilaku tentang pandangan etis atau tidak etisnya penyelenggaraan fungsi-fungsi aparat birokrasi. Dalam pelaksanaanya sangat rumit, karena etika birokrasi cenderung diseragamkan melalui peraturan kepegawaian yang telah di atur di dalam birokrasi.

  1. Etika birokrasi dalam Administrasi public
Pembicaraan mengenai etika dalam administrasi adalah bagaimana mengaitkan antara keduanya, yang maksudnya adanya keterkaitan antar gagasan-gagasan administrasi seperti ketertiban, efiseinsi, kemanfaatan, produktivitas dapat menjalankan praktek dari gagasan etika agar mewujudkan sesuatu yang baik dan menghidari yang buruk. Peran etika birokrasi dalam administrasi baru belakangan ini relative terjadi.
Masalah etika yang biasanya terjadi berupa kekuasaan yang ada di tangan para penguasa politik (political masters). Dimana administrasi juga memiliki wewenang yang secara umum disebut discretionary power. Berupa persoalan yang mengarahkan apa jaminan dan bagaimana menjamin kewenangan itu secara benar dan tidak secara salah. Masalah etika birokrasi dalam administrasi adalah masalah yang menjadi kepedulian dan keprihatinan semua orang. Ini juga menjadi masalah bagi negara maju sekalipun, yang memiliki suatu konstitusi dan gagasan-gagasan yang ideal dan administrasinya menjadi rujukan administrasi di negara lain.[3] Masalah yang sama-sama di alamin adalah persoalan dalam etika birokrasi. Pandangan itu di dukung dengan sebuah observasi yang umum dilakukan dalam kondisi administrasi di negara-negara berkembang, antara lain :
Pertama, belum terciptanya tradisi administrasi yang baik, yang seminimal mungkin menjaga agar masalah etika birokrasi tidak terjadi. Dengan mengembangkan administrasinya, yang sesuai dengan keadaan kebudayaannya dengan mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku secara umum.
Kedua, adanya keterbatasan dalam penyadian sumbaer daya, yang menyebabkan tidak berjalan dengan baik dan cepat pengembangan administrasinya. Keterbatasan itu baik dalam hal sumber daya dana maupun sumber daya manusia. Dalam hal sumber daya manusia yang menjadi keterbatasan adalah kualitas, kompetensi dan profesionalismenya, dan diperberat dengan keterbatasan dana pemerintah dalam pemberi imbalan.
Ketiga, administrasi itu hidup didalam sutu system politik, dan berkembang di dalam system politik itu sendiri. Namun belakangan ini sudah banyak negara yang sudah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi ke dalam sistem politik. Walaupun  itu masih banyak masalah yang timbul. Keadaan yang demikian itu menyebabkan administrasi secara politis berperan besra dalam membangun system demokrasi yang lebih maju.
Masalah etika birokrasi dalam administrasi public yang sedang di bangun jauh lebih sulit dibandingkan dengan masalah etika negara yang sudah maju. Dengan upaya yang dilakukan menanamkan etika sebagai nilai utama dalam administrasi, yang tercermin baik di dalam etika perorangan maupun etika birokrasi. Etika birokrasi merupakan suatu hal yang penting dalam pengembangan administrasi public yang nantinya efisien, tanggap dan akunable.[4]
Namun, pada kenyataanya pelaksaan etika  birokrasi dalam administrasi public di indonsia sangat kompleks yang menyebabkan banyak aparat birokrasi yang tergelincir dan terjerumus pada perilaku yang menyimpang, disebabkan oleh tuntutan kebutuhan hidupnya sendiri. Maka dari itu harus adanya penegakan hukum atau norma aturan yang tegas dan memiliki sangsi yang jelas dalam menegakan kecurangan tersebut tanpa pandang bulu siapa orang yang melakukannya. Ada 5 tindakan yang hendaknya di hindari oleh seorang pejabat birokrasi[5], yaitu ;
  1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk kentungan pribadai namun mengatas namanya jabatan kedinasan
  2. Menerima segala  bentuk hadiah dari pihak swasta saat melaksanankan transaksi
  3. Membicarakan masa depan puluang kerja diluar instansi dalam tugas sebagai pejabat birokrasi
  4. Membocorkan informasi komersial dan ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak yang tidak berhak
  5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi birokrasi.

















Daftar Pustaka

Ati, Ayuning Mustika. 2010. Etika Birokrasi dalam Administrasi Publik. (online), http://www.scribd.com/feeds/rss. diakses 23 Maret 2012.
Haryanto. 2002. Kuliah Birokrasi Indonesia. Politik Lokal Otonomi Daerah. Jogjakarta : Program Pascasarjana UGM.
Indrawanto. 2004. Teori Administrasi Piublik dan Birokrasi. Malang : Taroda
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Etika Birokrasi dalam Administrasi Pembangunan Tantangan                     Menghadapi Era Globalisasi. Yogyakarta. www.ginandjar.com

1 komentar: